14/11/11

Pergi Untuk Kembali (2)

Terinspirasi oleh catatan kecil sahabatku, Kris Bheda Somerpes yang berjudul “Flobamora Memanggil” pada blog: Jejak Kata Buana, saya sungguh tergugah dan terharu berpadu rindu pada alam Flobamora segera seketika memenuhi ruang rasa dan membentur-bentur di kepala dengan tanya ‘kapan saya akan datang dan menjawab panggilan itu’.  Tak lebih dari tafsiran di atas tafsiran tentang sebuah pesan: “Flobamora memanggilmu untuk kembali, tidakkah kau peduli tinggalkan kami sendiri, jika benar kau tidak kembali, maka menarilah di rantau negeri sejejak Ja’i atau alun-dendangkan Bale Nagi,”  saya pun dengan haru memaknai pesan ini sebagai sebuah ajakan yang serius dan mendesak menjalin dan mempererat solidaritas untuk bersama-sama membangun tanah air Flobamora. Ajakan yang sebagaimana juga dirasakan oleh sahabatku Kris, memang terdengar puitis. Lantaran itu, ia terus terngiang di benak saya dan kian mendesak mencari jawab yang hingga tulisan ini diretas,  belum tuntas mendapat jawaban yang memadai. Namun demikian, saya tetap yakin pada kata sahabatku: “kami janji, dengan cara kami, kami pasti kembali.”
Lebih jauh dari itu, tanya terus mengejar jawab dan mengusik ungkit penuh gairah ingin tahu tentang sebab muasal ribuan putra-puteri Flobamora berada di rantauan, hingga beberapa menetap dan tidak hendak kembali. Dengan liar pertanyaan itu menukik menembus dan melampaui berbagai dimensi kehidupan di NTT.  Berangkat  dari aspek sosial, pendidikan, budaya dan bermuara pada dimensi politk sebagai cikal bakal ‘larinya’ anak-anak  dari pangkuan Flobamora yang entah mencari ilmu, entah pekerjaan di rantau orang. Tentang yang terakhr ini, memang belum ada yang salah dan masih terbuka ruang diskusi untuk diperdebatkan. Namun hingga titik ini, pertanyaan besarnya masih berkutat pada dimensi politik tentang kebijakan pemerintah daerah. Bila dalam kerangka yang lebih luas tentang keindonesiaan berkaitan dengan isu para ‘pahlawan devisa’ di luar negeri, pertanyaan pokoknya adalah apakah pemerintah negeri ini sudah siap untuk menampung para TKI bila berbagai persoalan  TKI di luar negeri kian merisaukan dan terancam dideportasi dalam jumlah yang besar? Pertanyaan yang sama dapat diajukan pada pemerintah daerah NTT tentang para perantau, baik yang masih di wilayah Indonesia maupun yang berada di luar negeri terutama para TKI.
Namun demikian, paling tidak bagi saya, bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya pasti pulang, terlepas dari semua kepentingan-kepentingan berbagai aspek di atas, tapi bahwa Flobamora adalah tanah tumpah darahku, di sana tempat lahir beta. Saya akan kembali ke pangkuanmu dan membangunmu dengan caraku sendiri.
Catatan kecil ini masih menggantung pertanyaan di atas dan sengaja tidak dituntaskan degan harap membuka ruang diskusi terhadap partisipasi para pembaca tulisan ini untuk memberikan saran, kritik dan masukan yang mungkin saja dengan demikian melalui saran, kritik dan masukan-masukan, dapat menyempurnakan catatan kecil ini dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

1 komentar: